Nugraha Anthoni Najwa
22 Oktober 2024
Kopi ● 6 menit
Nugraha Anthoni Najwa
22 Oktober 2024
Kopi ● 6 menit
Perubahan iklim sudah menjadi tantangan nyata bagi manusia. Hal ini tentu mempengaruhi berbagai komoditas pertanian yang sensitif dengan perubahan suhu. Kopi digadang menjadi salah satu komoditas pertanian paling terdampak oleh perubahan iklim ini. Sinyal kuning atau bahkan merah telah diserukan oleh para pegiat kopi di seluruh dunia.
Turunnya produksi hingga gagalnya pembungaan menjadi ancaman yang pasti. Brasil, produsen kopi terbesar di dunia disebut peneliti termasuk satu dari 3 negara produsen yang sangat rentan terimbas perubahan iklim. Perlu diketahui kenaikan suhu hingga 10°C dapat menurunkan produksi kopi dunia hingga 30%.
Selain kopi, karet menjadi komoditas perkebunan lain yang sangat tertampar oleh perubahan iklim yang drastis ini. Peneliti IPB menemukan pendapatan petani karet di Desa Burai, Sumatera Selatan dalam rentang tahun 2012 hingga tahun 2016 terjadi penurunan produktivitas karet sebesar 14%. Fenomena kemarau basah dan pergeseran pola musim hujan diduga menjadi penyebabnya.
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan tren penurunan produksi karet hingga 1,24 juta ton dalam rentang tahun 2018-2023. Hal ini berdampak pada penutupan pabrik karet dalam periode yang sama akibat penurunan produksi yang hanya 50% dari kapasitas produksinya. Alih komoditas karet menjadi sawit menjadi salah satu faktor yang memperburuk produksi karet. Mengingat semakin menurunnya produksi karet.
Dampak dari perubahan iklim ini berdampak secara signifikan kepada banyak petani. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan produksi dari komoditas yang terdampak adalah optimalisasi penggunaan lahan. Salah satu cara optimalisasi lahan adalah dengan tumpang sari komoditas karet dan kopi. Model tumpang sari ini rupanya telah banyak dilirik oleh petani di Indonesia dan berpotensi diterapkan dalam skala yang lebih luas. Praktik tumpang sari ini dapat menjadi solusi menghadapi terancamnya produksi karet nasional dan turut mengembangkan potensi kopi dengan menjaga produktivitas lahan dari adanya kedua komoditas tersebut.
Di Desa Prangat Baru, Kalimantan Timur contohnya telah mengembangkan kopi luwak yang ditanam di sela-sela pohon karet. Intercropping ini dinilai sukses dengan pemilihan bibit kopi liberika yang sesuai dengan wilayah tersebut. Keberhasilan pengembangan tumpang sari kopi dan karet ini tidak terlepas dari usaha bersama dalam prosesnya. Perencanaan yang cermat perlu dilakukan untuk menjadikan efisiensi produksi dari kedua komoditas tersebut dapat maksimal. Penelitian dari Universitas Jember tahun 2014 terhadap usaha intercropping ternyata secara Good Agriculture Practices (GAP) sudah terpenuhi dan tergolong bagus. Keberhasilan penerapan metode intercropping karet kopi ini tidak terlepas dari pengetahuan petani dan dukungan dari pihak terkait.
Di Desa Puncak Harapan misalnya, sebagaimana temuan mahasiswa KKN Universitas Lambung Mangkurat diketahui telah banyak petani yang sadar akan potensi tumpang sari karet kopi. Desa yang berada di Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan ini memiliki potensi kopi karet dengan mengandalkan jenis kopi liberika varietas excelsa. Namun pengakuan bapak Biono, salah satu pelaku usaha ini, mengungkapkan kendala yang beragam dari minimnya pengetahuan terkait teknis budidaya hingga pemasaran dari hasil kopi bawah karetnya. Awalnya diperkirakan ada ribuan batang karet telah tumbuh di desa ini. Namun karena dirasa tidak bernilai ekonomi, sebagian besar pohon kopi tersebut ditebang dan hanya menyisakan sebagian untuk konsumsi pribadi. Transfer ilmu dan teknologi kemudian dilakukan agar potensi ini kembali tumbuh dan bangkit.
Kopi Sela Karet di Desa Puncak Harapan, Kalimantan Selatan
Sumber: Dokumentasi penulis
Hasil penelitian Pusat Penelitian Karet tahun 2022 memperkirakan pendapatan usaha tani karet monokultur dibandingkan rata-rata pendapatan untuk usaha tani kopi sebagai tanaman sela dapat meningkat hingga hampir 5 kali lipat. Model tumpang sari ini didukung pemerintah dengan dilakukannya sekolah lapang dan diterbitkannya Modul Sekolah Lapangan Agroforestri Karet Dan Karet oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perlu dukungan dari semua pihak agar model budidaya ini banyak diterapkan. Dengan model budidaya ini, produksi karet dan kopi milik rakyat dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga lebih bisa bersaing di pasar global.
Minta bantuan Pak Dayat