Preloader Logo

Paradoks Negeri Agraris: Mengapa Indonesia Mengimpor Beras di Tengah Kekuatan Pertaniannya?

Avatar

Mawar Indah Juita Hutagalung

24 Oktober 2024

Padi ● 9 menit

Cover Article

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang menghadapi masalah pertanian, khususnya masalah pangan. Pada tahun 1984-1986, Indonesia pernah melakukan swasembada beras, tetapi sekarang menjadi negara pengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan negara. Pada tahun 2005, Indonesia merupakan negara peringkat ketiga sebagai produsen padi terbesar setelah China dan India. Hal ini menunjukkan betapa besarnya hasil padi yang dihasilkan oleh Indonesia pada waktu itu.

Indonesia sempat menjadi salah satu pengekspor/produsen padi terkemuka di dunia. Kemudian di tahun 2014, Indonesia menjadi produsen beras terbesar di dunia setelah China dan India. Namun, beberapa tahun terakhir Indonesia perlu mengimpor sekitar 3 juta ton beras setiap tahunnya. Impor beras adalah langkah strategis yang diambil oleh pemerintah untuk memastikan ketersediaan dan stabilitas harga beras di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap, data impor beras dari tahun 2000 hingga tahun 2019. Indonesia tercatat melakukan impor dari sejumlah negara, yakni Vietnam, Thailand, Tiongkok, India, Pakistan, Amerika Serikat, Taiwan, Singapura, Myanmar, dan negara lainnya. Total impor beras yakni Januari-Mei 2024 jumlah impor mencapai 2,2 juta ton.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras di Indonesia mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti krisis iklim, makin berkurangnya lahan pertanian dan kondisi tanah serta akses pengairan. Produksi padi pada periode Januari-April 2024 turun 17,54% dibandingkan periode yang sama tahun lalu mencapai 22,55 juta ton.

Dapat disimpulkan 4 alasan yang mendorong pemerintah melakukan impor tersebut, di antaranya sebagai berikut;

1. Ketidakcukupan Produksi Domestik

Faktor utama yang menyebabkan Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri adalah karena hasil produksinya tidak mencukupi kebutuhan masyarakat sendiri. Penyebabnya bisa karena gagal panen oleh karna pengaruh cuaca buruk, serangan hama, atau bencana alam.

2. Tingginya Angka Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk menjadi faktor bertambahnya kuantitas beras yang dibutuhkan. Meningkatkannya jumlah penduduk setiap tahunnya secara otomatis akan menyebabkan lebih banyak lagi beras yang akan diimpor oleh pemerintah. Peningkatan jumlah penduduk terjadi karena ketidakseimbangan tingkat kelahiran dengan kematian, tinggi nya angka pernikahan dini dan sebagainya.

3. Alih Fungsi Lahan

Konversi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman, kawasan industri, pusat perdagangan, sarana publik yang semakin cepat akan menimbulkan dampak negatif di bidang pertanian. Banyak masyarakat akan kehilangan lahan untuk melangsungkan kegiatan pertanian, kondisi tersebut akan mengurangi jumlah produksi pangan. Untuk menutupi kekurangan tersebut, pemerintah memutuskan melalui jalan pintas dengan mengimpor beras dari luar negeri.

4. Keterbatasan Petani dalam Penguasaan Teknologi

Di tengah kemajuan revolusi digital 4.0, petani Indonesia masih bergantung pada cara tradisional dalam mengelola lahan pertanian, masih menggunakan hewan untuk membajak sawah, menanam padi manual dan masih banyak lagi. Tidak seperti negara-negara lain seperti China yang sudah menggunakan teknologi modern seperti robot pemanen, drone penyemprot pestisida, traktor otomatis dan masih banyak lagi. Di sinilah petani harus berusaha mempelajari penggunaan dan penciptaan teknologi, karena penggunaan teknologi tersebut akan meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akan mengurangi biaya produksi.

Solusi Untuk Mencapai Kemandirian Pangan

Untuk mempercepat terealisasinya program ketahanan pangan pemerintah perlu mengadopsi kebijakan yang diterapkan eksportir pangan dunia, diantaranya memberikan proteksi dan subsidi kepada petani serta produsen makanan di dalam negeri. Indonesia harus berpikir cerdas, misalnya bagaimana agar sumber karbohidrat tidak hanya bergantung pada beras akan tetapi kebiasaan masyarakat mengonsumsi beras sulit diubah selain faktor budaya dan faktor regulasi juga mempengaruhi. Hilirisasi ekonomi dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah ketergantungan impor. Dengan berfokus pada peningkatan nilai tambah, mendorong pengembangan industri pengolahan hasil pertanian di dalam negeri, memperkuat rantai pasok dari hulu hingga hilir. Maka terdapat beberapa solusi yang dapat kita lakukan meliputi;

1. Dengan peningkatan teknologi pertanian

Pemanfaatan teknologi modern seperti mekanisasi, penggunaan robot pemanen, drone pestisida, irigasi cerdas, dan teknologi digital pemanfaatan AI, IoT dalam pengelolaan lahan pertanian dapat menekan biaya produksi serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi. Beberapa tindakan tersebut adalah contoh yang dapat mempercepat proses hilirisasi pertanian.

2. Pembangunan Industri Pertanian

Membangun industri pengolahan akan membantu menciptakan produk bernilai tambah yang dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat. Misalnya, pengolahan padi menjadi beras instan, tepung beras, atau produk makanan olahan lainnya. Pengembangan industri ini tidak hanya meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga memperkuat rantai pasok pangan domestik.

3. Pengurangan Alih Fungsi Lahan

Alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan atau kawasan industri sering menjadi ancaman bagi ketahanan pangan. Melalui program hilirisasi pertanian, nilai lahan pertanian dapat ditingkatkan, sehingga alih fungsi lahan bisa dikendalikan. Pengembangan sistem pertanian terpadu yang memadukan sektor pertanian, pengolahan, dan distribusi dalam satu kawasan juga bisa menjadi solusi.

4. Diversifikasi Produk Pangan

Dengan mengolah hasil pertanian menjadi berbagai produk yang lebih tahan lama dan bernilai tinggi. Contohnya, jagung diolah menjadi tepung jagung atau produk camilan, kelapa diolah menjadi minyak kelapa, santan, atau produk kosmetik. Diversifikasi ini membantu menjaga ketahanan pangan dengan mengurangi ketergantungan pada satu jenis komoditas

Paradoks negeri agraris yang dialami Indonesia mengungkap potensi besar pertanian yang belum sepenuhnya dimaksimalkan. Meskipun memiliki tanah subur dan iklim tropis yang mendukung, Indonesia masih bergantung pada impor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Masalah ini terkait dengan produksi domestik yang tidak mencukupi, alih fungsi lahan, pengelolaan pertanian yang masih tradisional, serta keterbatasan dalam penggunaan teknologi modern.

Hilirisasi ekonomi dapat menjadi solusi untuk mengatasi tantangan ini. Dalam konteks pertanian, hilirisasi berarti mendorong pengembangan industri pengolahan hasil pertanian di dalam negeri, memperkuat rantai pasok dari hulu hingga hilir, dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Dengan hilirisasi, Indonesia bisa tidak hanya menghasilkan bahan mentah (beras), tetapi juga memproses dan mengembangkan produk turunan yang lebih bernilai ekonomi, seperti produk pangan olahan, beras berkualitas tinggi, dan bahan baku untuk industri lainnya.

Melalui hilirisasi, sektor pertanian akan menjadi lebih efisien dan terintegrasi, memanfaatkan teknologi modern, serta menciptakan lapangan kerja baru di sektor industri pengolahan. Ini dapat membantu meningkatkan produktivitas, mengurangi ketergantungan pada impor, serta memperkuat daya saing produk pertanian Indonesia di pasar internasional. Pada akhirnya, hilirisasi akan memperkuat kemandirian pangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sekaligus mengatasi paradoks sebagai negara agraris yang masih harus mengimpor beras.

Referensi

https://jurnal.umsu.ac.id/index.php/snk/article/view/3613

https://mediaindonesia.com/ekonomi/575116/penyebab-serapan-gabah-dan-beras-bulog-masih-rendah

https://www.kompas.id/baca/opini/2023/04/09/jalan-impor-pangan

https://databoks.katadata.co.id/ketenagakerjaan/statistik/35b3e244a036ddb/sekitar-40-juta-penduduk-indonesia-bekerja-di-sektor-pertanian-pada-februari-2022

https://www.cnbcindonesia.com/news/20231106151102-4-486753/ini-4-alasan-sebenarnya-pemerintah-impor-beras-sampai-rekor/amp

https://www.bulog.co.id/2024/07/05/alasan-indonesia-harus-impor-beras-memahami-keputusan-pemerintah/

Maruf, M. (2023, Juli 5). Indonesia Negara darurat Impor Pangan. CNBC Indonesia. cnbcindonesia:https://www.cnbcindonesia.com/research/20230704185303-128-451320/indnesia-negara-darurat-impor-pangan

Minta bantuan Pak Dayat