Maksud dari kegiatan ini adalah membajak, menggemburkan, memperbaiki aerasi tanah, meratakan tanah, dan untuk menghilangkan organisme pengganggu tanaman yang berada di dalam tanah (Piay et al., 2010). Pembajakan tanah baik dilakukan pada saat tanah dalam kondisi cukup basah yaitu segera setelah panen atau di awal musim hujan berikutnya. Tanah yang semakin kering membutuhkan daya yang semakin besar untuk membajak atau menghancurkan dan memecah lapisan permukaan tanah menjadi gumpalan lebih kecil.
Tujuan membajak tanah yaitu memperbaiki struktur tanah dengan alat tertentu sesuai yang dikehendaki oleh tanaman, menyediakan lahan yang siap untuk ditanami yang bebas dari hal-hal yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, untuk memudahkan perkembangan akar tanaman dan penyerapan unsur hara. Setelah pembajakan tanah, tanah dibiarkan dalam waktu tertentu dengan tujuan agar tanah cukup terjemur sinar matahari, sehingga gas racun dan organisme pengganggu tanaman dalam tanah mati (Swastika et al., 2017).
Pembajakan tanah dengan traktor
Pembajakan tanah adalah proses membalik dan menggemburkan tanah untuk menciptakan kondisi fisika, kimia, dan biologis tanah menjadi lebih baik. Membajak tanah dapat memperbaiki daya tahan air, sistem drainase, dan aktivitas biologi tanah (Moekasan et al., 2015).
Metode pengolahan tanah dibedakan menjadi pengolahan secara konvensional dan pengolahan secara modern.
Pengolahan tanah dengan cangkul
Pengolahan tanah secara konvensional umumnya dilakukan pada lahan sempit dan yang memiliki kemiringan tertentu, dengan kelebihan tidak membutuhkan modal yang besar karena dilakukan dengan tenaga manual dan bersamaan/gotong royong, namun membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya.
Pengolahan tanah dengan traktor
Pengolahan tanah secara modern banyak digunakan dengan mesin pada lahan perkebunan dan yang memiliki ukuran lahan yang luas, sehingga menghemat waktu, namun membutuhkan modal yang besar.
Sistem pengolahan tanah dibedakan menjadi:
Pengolahan tanah minimum (minimum tillage) meliputi kegiatan pembajakan tanah, biasanya digunakan untuk lahan persawahan;
Pengolahan tanah sempurna atau maksimum (maximum tillage) meliputi kegiatan pembajakan, pemupukan, dan rotary;
Tanpa olah tanah (zero tillage) meliputi kegiatan penyemprotan gulma saja tanpa pembajakan tanah/TOT (Istiqomah 2016).
Perbedaan TOT dengan Pengolahan Tanah Minimum:
Pada sistem tanpa olah tanah (TOT), lahan hanya disemprot herbisida berbahan aktif paraquat atau bahan aktif glifosat dengan dosis 2 l/ha, sedangkan
Pengolahan tanah minimum dilakukan hanya dalam barisan tanaman yang disertai dengan penyemprotan herbisida berbahan aktif glifosat sesaat setelah tanam dengan dosis 2 l/ha.
Berdasarkan tujuannya, pengolahan tanah dibedakan menjadi dua yaitu:
Pembajakan tanah termasuk dalam pengolahan tanah pertama. Pengolahan tanah pertama umumnya menggunakan alat cangkul, garpu, atau traktor yang dilengkapi bajak.
Jenis-jenis bajak yang dikenal di antaranya yaitu bajak singkal (moldboard plow), bajak piring (disk plow), bajak pisau berputar (rotary plow), bajak pahat (chisel plow), bajak tanah bawah (subsoil plow), dan bajak raksasa (giant plow).
Pengolahan tanah kedua dilakukan setelah pembajakan tanah pertama, yaitu untuk mempersiapkan kondisi lahan siap tanam, yang meliputi kegiatan menggemburkan dan meratakan tanah, menghancurkan sisa-sisa tanaman/tumbuhan pengganggu dan mencampurnya dengan lapisan tanah atas (top soil), pembuatan bedengan atau alur untuk pertanaman.
Alat pengolahan tanah kedua menggunakan daya traktor dengan alat garu (harrow): garu piring, garu sisir, perata (land roller) dan penggembur (pulverizer), dan alat lainnya.
Jenis pola pembajakan tanah disesuaikan dengan bentuk lahan dan jenis alat bajak yang digunakan. Pembajakan tanah harus menerapkan pola yang sesuai agar lebih efisien dari segi waktu dan efektif dilakukan secara merata.
Pola pembajakan tanah dari tengah
Pola pembajakan tanah dari tengah dilakukan pertama kali dari tengah membujur lahan.
Selanjutnya pembajakan kedua dilakukan pada bagian sebelah hasil pembajakan pertama.
Traktor diputar ke kanan dan membajak rapat dengan hasil pembajakan pertama.
Pembajakan berikutnya dilakukan dengan cara berputar ke kanan hingga ke tepi lahan hingga keluar.
Alur balik hasil pembajakan
Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang, sempit, dan memerlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak, kemudian dibajak 2 atau 3 pembajakan terakhir. Apabila tidak dapat terjangkau dengan traktor, maka dapat menggunakan cara manual yaitu di cangkul.
Alur mati pada tepi lahan
Dengan pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow), yaitu alur bajakan yang saling berhadapan satu sama lain, sehingga akan terjadi penumpukkan lemparan hasil pembajakan memanjang di tengah jalan. Pengerjaan tepi dapat dilakukan dengan cara memasang bajak pada lubang hitch sebelah kiri.
Pola pembajakan tanah dari tepi
Pola pembajakan tanah dari tepi dilakukan dari tepi membujur lahan dan lemparan hasil pembajakan mengarah keluar lahan.
Pembajakan kedua pada sisi seberang pembajakan pertama dengan traktor diputar ke kiri dan membajak dari tepi lahan dengan arah sebaliknya hingga keluar dari tengah lahan.
Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang, sempit, dan memerlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak, kemudian dibajak 2 atau 3 pembajakan terakhir. Apabila tidak dapat terjangkau dengan traktor, maka dapat menggunakan cara manual yaitu dicangkul.
Dengan pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow), yaitu alur bajakan yang saling berhadapan satu sama lain, sehingga akan terjadi alur yang tidak tertutup oleh lemparan tanah hasil pembajakan dan memanjang di tengah lahan.
Pada tepi lahan, lemparan hasil pembajakan tidak jatuh pada alur hasil pembajakan. Pengerjaan tepi dapat dilakukan dengan cara memasang bajak pada lubang hitch sebelah kanan.
Pola pembajakan tanah keliling tengah
Pola pembajakan tanah keliling tengah dilakukan dari titik tengah lahan, lalu berputar sejajar sisi lahan hingga ke bagian tepi lahan dan lemparan pembajakan ke arah dalam lahan.
Pada awal pembajakan, operator akan mengalami kesulitan dalam membelokkan traktor.
Pola pembajakan ini cocok untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar dan tidak terlalu luas.
Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan. Lahan yang tidak terbajak tersebut, dapat dibajak pada 2 atau 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak, diolah dengan cara manual yaitu menggunakan cangkul.
Pola pembajakan tanah keliling tengah
Pola pembajakan tanah keliling tepi dilakukan dari salah satu titik sudut lahan, lalu berputar ke kiri sejajar sisi lahan hingga ke tepi lahan dan lemparan pembajakan ke arah luar lahan.
Pada awal pembajakan, operator akan mengalami kesulitan dalam membelokkan traktor.
Pola pembajakan ini cocok untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar dan tidak terlalu luas.
Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan. Lahan yang tidak terbajak tersebut, dapat dibajak pada 2 atau 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak, diolah dengan cara manual yaitu menggunakan cangkul.
Pola pembajakan tanah bolak-balik rapat
Pola pembajakan tanah bolak-balik rapat dilakukan dari salah satu sisi lahan dengan arah membujur dan arah lemparan hasil pembajakan ke luar.
Setelah sampai ujung lahan, pembajakan kedua dilakukan berimpit dengan pembajakan pertama. Arah lemparan hasil pembajakan kedua dibalik, sehingga akan mengisi alur hasil pembajakan pertama.
Pembajakan dilakukan secara bolak balik hingga berakhir di sisi lahan. Pola ini juga cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit, serta membutuhkan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan.
Ujung lahan yang tidak terbajak, dapat dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir dengan diolah secara manual menggunakan cangkul.
Pola ini hanya cocok dilakukan untuk bajak yang dapat diubah arah lemparan pembajakan. Pola ini dapat juga dilakukan untuk pengolahan tanah kedua dengan mesin rotari, karena hasil dari pengolahannya tidak terlempar ke samping.
Pola pembajakan tanah alfa dilakukan dari tepi seperti bentuk alfa dan berakhir di tengah lahan. Hasil pembajakan terlempar keluar, sehingga tidak menumpuk di dalam lahan. Kekurangan dari pola ini yaitu semakin banyak pengangkatan alat pada waktu belok, efisiensi kerja alat semakin berkurang.
Pola pembajakan alfa memiliki jumlah belokan yang paling banyak, sehingga menghasilkan kapasitas lapang yang paling rendah. Selain itu juga dibutuhkan keterampilan yang baik dari operator untuk berbelok, karena besarnya derajat pembelokan dapat mempengaruhi stamina operator.
Derajat pembelokan yang tinggi terjadi pada saat awal pembajakan seperti pola tengah akan membuat operator lebih cepat lelah, sehingga untuk menyelesaikan pekerjaan, tingkat konsentrasi dan stamina sudah sangat menurun, terutama lahan yang sempit.
Pola pembajakan tanah tepi, tengah, keliling tepi, dan keliling tengah digunakan untuk jenis bajak yang hasil lemparan tanahnya ke kanan. Jenis bajak untuk hasil lemparan tanah ke kiri, maka arah putaran pembajakan dibalik.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa:
Pembajakan tanah dengan pola tepi membutuhkan waktu pembajakan lebih cepat dan kecepatan kerja tertinggi dibanding pembajakan pola tengah dan bolak-balik rapat, namun bahan bakar yang digunakan lebih sedikit dibanding pola lainnya termasuk pola pembajakan tanah alfa. Hal tersebut disebabkan pada proses pembajakan pola tepi, operator traktor lebih mudah mengatur pembajakan kedua setelah pembajakan pertama selesai dan seterusnya dengan memutar traktor ke kiri di sisi hasil pembajakan pertama. Lahan sisa untuk berbelok juga lebih luas dan maksimal apabila menggunakan pola tepi dibandingkan pola alfa, pola bolak-balik rapat dan pola tengah (Sinaga et al., 2015).
Sedangkan pada pola tengah dan pola bolak balik rapat masih terdapat sisa-sisa lahan yang tidak dibajak karena kesulitan mengikuti pola. Selain itu, pola tersebut dapat merusak pematang jika operator tidak professional, serta waktu saat berbelok yang menyebabkan kecepatan kerja semakin berkurang dan waktu pengolahan tanah semakin lama, sehingga kendala-kendala tersebut sangat berkaitan dengan konsumsi bahan bakar.
Moekasan, T. K., Prabaningrum, L., Adiyoga, W., & Putter, H. De. (2015). Modul Pelatihan Budidaya Cabai Merah , Tomat , dan Mentimun Berdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (Issue 7). vegIMPACT.
Piay, S. S., Tyasdjaja, A., Ermawati, Y., & Hantoro, F. R. P. (2010). Budidaya dan Pascapanen Cabai merah (Capsicum annuum L.). BPTP Jawa Tengah.
Sinaga, G., Harahap, L. A., & Rohanah, A. (2015). Comparative of The Performance of Tillage Pattern Side and Alfa on Rice Field Using Rotary Flow Hand Tractor at Kecamatan Pangkalan Susu. Jurnal Rekayasa Pangan Dan Pertanian, 3(4), 512–517.
Swastika, S., Pratama, D., Hidayat, T., & Andri, K. B. (2017). Teknologi Budidaya Cabai Merah. Badan Penerbit Universitas Riau UR PRESS.
Minta bantuan Pak Dayat